I LOVE YOU

JUDUL


www.adsensecamp.com

Jumat, 07 Oktober 2011

Resensi Novel JALAN TAK ADA UJUNG


Judul Buku                : Jalan Tak Ada Ujung

Pengarang                  : Mochtar Lubis

Penerbit                     : Yayasan Obor Indonesia

Cetakan                     : Ke-V, Agustus 2002

Tebal Buku                : 167 Halaman

Ukuran                      : 11 x 17 x 1 cm

Harga                        : Rp 17.000

     Pergumulan batin yang tak kunjung habisnya, bagai jalan tak ada ujung. Kira-kira begitulah gambaran kisah di novel karya Mochtar Lubis ini. Perjalanan menuju ke sebuah harapan yang sangat samar di titik perhentian yang ada entah di mana. Konflik yang kerap kali terjadi. Apakah itu konflik yang terjadi dengan diri sendiri, maupun konflik dengan orang lain. Entah itu konflik batin, perasaan, bahkan konflik fisik sekalipun terangkum dalam paparan sang penulis dalam novel ini.


    Tema novel Jalan Tak Ada Ujung karya Muchtar Lubis adalah perjuangan manusia yang tidak pernah ada habisnya. Penokohan yang digunakan pengarang dalam novel ini adalah teknik dramatik dan analitik. Pengarang menggunakan alur maju dalam mengisahkan peristiwa-peristiwa yang ada di Jakarta sejak tahun 1946, tepatnya bulan September hingga memasuki tahun 1947 dalam suasana perang yang menimbulkan rasa ketakutan dan kecemasan dan gaya penulisan cerita tersebut yaitu sesuai dengan EYD.
    Tokoh-tokoh dalam Novel ini yaitu : Pak Damrah, Isa, Fatimah, Semedi, Kamaruddin, Hazil, Salim, Hamid, Zubair, Hamidy, Abdullah dan Rakhmat. Latar pada novel ini adalah di Jakarta.
     Selain itu, sudut pandang yang dipilih penulis novel ini adalah pencerita yang serba tahu, yaitu pada sudut pandang orang petama dan sudut pandang orang ketiga, kadang-kadang pula berlaku sebagai pengamat. Suasana yang timbul di hati pembaca terhadap tokoh utama lebih condong pada rasa kasihan termasuk gregetan atau sebal karena terlalu berlebihan dicekam rasa ketakutan. Sedangkan tokoh bawahan seperti Fatimah dan Hazil telah memunculkan rasa kecewa karena berkhianat. dan gaya penulisannya sesuai dengan EYD.
     Muchtar Lubis banyak menggunakan majas repetisi, personafikasi, hiperbola, dan metafora dalam novel tersebut. Bahkan, katanya, repetisi sangat mendominasi sejak awal cerita hingga akhir, terutama pada kata-kata yang sengaja menunjukkan ketakutan, kecemasan, kesepian, dan ketidakberdayaan tokoh utama.
Amanat yang dapat kita ambil dari cerita ini yaitu :
“Berjuanglah demi kebaikan/kebenaran, jangan tergesa-gesa apabila kita melakukannya. Karena apabila kita meyakininya maka perjuangan yang kita inginkan pasti dapat tercapai”.

Sinopsis Novel Jalan Tak Ada Ujung

Novel karya Mochtar Lubis ini pertama kali diterbitkan pertama kali oleh Balai Pustaka tahun 1952. Novel ini berkisah tentang ketakutan seorang guru bernama Isa. Guru Isa adalah tamatan HIK dan menjadi guru Sekolah Rakyat di Tanah Abang. Selain dikenal dengan kebaikannya, guru Isa juga memiliki sifat yang lembut, Ia sangat gemar bermain musik dan sepak bola. Meski begitu, guru Isa memiliki kelemahan yakni: ia sering mengalami ketakutan. Secara ringkas, kisah novel ini adalah sebagai berikut.

Guru Isa sudah lama menikah dengan Fatimah, namun mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Hal ini disebabkan Guru Isa menderita impoten. Maka atas persetujuan bersama, mereka memungut Salim sebagai anak. Keadaan lemah tenaga itu membuat Guru Isa sangat terganggu dan menjadi minder.

Waktu itu masa revolusi. Seorang pejuang yang cukup gigih, bernama Hazil, akhimya dapat berkenalan dengan Guru Isa, karena mereka mempunyai kegemaran yang sama, yaitu bermain biola. Pergaulannya semakin akrab, sehingga Guru Isa diajak ikut berjuang. Namun karena penyakitnya, Guru Isa tidak berani. Ia paling tidak suka kekerasan dan paling benci melihat orang berkelahi.

Karena ia seorang guru yang tak bakal dicurigai, maka Hazil memberi tugas kepadanya untuk menjadi kurir, yang mengantar senjata dan surat-surat kepada rekan seperjuangannya. Ketakutan Guru Isa bukanlah merupakan alasan untuk menolaknya. Setelah didorong oleh banyak pihak, dan juga isterinya, maka dengan berat hati tugas itu pun diterimanya.

Persahabatan yang kontras itu dirasakan ganjil oleh Guru Isa. Hazil yang kurus, penuh semangat perjuangan, sedangkan dirinya lemah, selalu ragu-ragu dan takut. Ia merasa ngeri menyaksikan pertumpahan darah di medan laga. Maka mimpi-mimpi buruk selalu menghantuinya. Meskipun ia ingin menampakkan cintanya terhadap isterinya, namun tugas sebagai agen rahasia itu dirasanya cukup berat.

Dalam tugas itu Guru Isa dan Hazil mendapat bantuan dari Tuan Hamidi. Mereka harus membawa senjata-senjata yang sangat diperlukan. Bertiga dengan sopir, mereka menuju Manggarai. Di sana senjata tersebut ditunggu oleh Rahmat, Ontong dan kawan-kawan. Guru Isa menyaksikan sendiri, bahwa di sana Ontong bersama 2 teman lainnya melakukan pembunuhan yang keji terhadap dua orang Tionghoa yang dianggap sebagai mata-mata musuh. Ketakutan dan kengerian sangat mengganggu jiwa Guru Isa. Maka Guru Isa mengusulkan kepada Hazil agar Ontong dan kawannya diberantas saja, sebab ia berpendapat tak baik mencampuradukan perjuangan dan pembunuhan. Hazil tak dapat berbuat apa-apa.

Pada bulan Januari Rahmat mengantarkan surat Hazil untuk Guru Isa. Saat membaca surat dari Karawang itu, Guru Saleh, teman Guru Isa datang. Guru Saleh mengabarkan bahwa dia akan mengungsi, karena tak betah dengan kerusuhan dan kekacauan di daerah tempat tinggalnya. Mendengar hal itu Guru Isa ikut bergembira, sebab ternyata temannya sendiri juga takut kepada revolusi. Ia pun timbul niat untuk mengungsi.

Dalam suratnya Hasil mengatakan bahwa banyak orang melakukan pembunuhan dengan kedok perjuangan hanya untuk mencari keuntungan sendiri. Pembunuhan kejam dan tak beralasan banyak dilakukan laskar rakyat. Selama sebulan Hazil menghilang, karena dicari oleh Nefis dan Vield, sekutu Inggris. Kebimbangan dalam hati Hazil muncul. Namun segera ditetapkan hatinya, Jalan yang tak ada ujung, yang telah dipilihnya harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Ia kembali ke Jakarta.

Guru Isa harus menerima tugas baru sebagai pemegang dana untuk Jakarta. Meskipun dengan susah payah ia menolaknya, namun karena didesak, ia pun tak kuasa, Penggeladahan oleh Serdadu-serdadu Nica di daerah itu semakin gencar. Penduduk semakin gelisah. Mereka pun mengungsi, termasuk Tuan Hamidi. Guru Isa pun ingin mengungsi. Ia mengajak Fatimah, namun istrinya menolaknya. Karena kegelisahan jiwa yang terus beruntun, maka Guru Isa pun jatuh sakit. Hazil sering berkunjung ke rumah Guru Isa. Maka terjadilah hubungan asmara antara Hazil dan Fatimah. Akhimya perbuatan itu pun diketahui Guru Isa, ketika ia menemukan pipa rokok Hasil di bawah bantal. Guru Isa sangat marah, namun ia tak dapat berbuat apa-apa.

Hazil, Rahmat dan kawan-kawan semakin berani melakukan penyerangan kepada Belanda. Mereka merencanakan akan melempar granat. Guru Isa perlu ikut untuk menyaksikan apakah mereka berhasil tertangkap ataukah tertembak mati di tempat itu, lalu ia harus melaporkan hasilnya. Bila mereka tidak berhasil, maka Guru Isa akan terus pulang, dan menunggu hingga salah seorang dari mereka datang padanya. Jika dalam tempo dua hari Guru Isa tidak mendapat kabar, maka itu berarti bahwa mereka tertangkap. Guru Isa harus melaporkannya ke markas di Krawang.

Guru Isa semakin renggang dengan Fatimah. Kebenciannya sering muncul, namun sering juga luluh kembali Ketakutan demi ketakutan semakin menghantuinya. Hidup dan tidurnya selalu diganggu oleh mimpi-mimpi buruk yang mengerikan.

Seminggu setelah penyerangan itu, Guru Isa membaca koran bahwa salah seorang pelempar granat tangan tertangkap. Guru Isa panik. Tubuhnya kaku dan dingin, kemudian ia pingsan. Setelah siumam ia berpikir, siapakah sebenarnya yang tertangkap: Hazil ataukah Rahmat. Apakah dia juga akan tertangkap? Hari ketiga setelah peristiwa itu datang polisi militer menangkapnya. Ia pun dijebloskan ke dalam penjara. Di dalam tahanan itu ia bertemu dengan Hazil yang telah rusak tersiksa. Betapa kecewanya Guru Isa ketika mengetahui Hazil telah berkhianat hanya karena tidak tahan menerima siksaan. Kekaguman Isa terhadap Hazil luntur sudah. Ia bahkan kini menjadi tidak takut lagi menghadapi siksaan yang akan diterimanya. Isa mulai dapat menepis ketakutan-ketakutan yang sering menghantuinya. Di saat itu pula, kelaki-lakiannya yang selama ini mati justru muncul kembali. Ia merasakan darah mengaliri dirinya. Membuat dia percaya diri, dan impotensinya hilang. Kini ia tak lagi impoten. Pada saat-saat itu kerinduaan akan Fatimah begitu mendalam. Ia ingin menunjukkan kepada Fatimah bahwa ia sudah kembali perkasa. Ia berharap kehidupan rumah tangganya akan bahagian bersama Fatimah selepas dari penjara itu.***
Unsur Instrinsik
a. Tema : perjuangan seorang guru pada masa revolusi
b. Tokoh :
1. Pak Damrah
2. Isa
3. Fatimah
4. Semedi
5. Kamaruddin
6. Hazil
7. Salim
8. Hamid
9. Zubair
10. Hamidy
11. Abdullah
12. Rakhmat
c. Latar : di Jakarta
d. Alur
Alur dari cerita tersebut alur maju
e. Sudut pandang
Sudut pandang orang petama dan sudut pandang orang ketiga
f. Gaya penulisan
       Gaya bahasa novel ini sangat sederhana namun indah karena seluruh
       kata sesuai dengan EYD.
       Novel ini sangat mudah  dan dapat dicerna oleh semua kalangan.
g. Amanat
Berjuanglah demi kebaikan/kebenaran, jangan tergesa-gesa apabila kita melakukannya. Karena kala kita meyakininya maka perjuangan yang kita inginkan tercapai.

TANGGAPAN
Saya menganggap novel ini merupakan novel yang sangat baik untuk di baca oleh semua kalangan karena didalam novel ini mengajak pembacanya untuk selalu hidup berani dalam menghadapi semua masalah. .Walaupun novel ini sudah cukup lama tapi novel ini masih mampu bersaing dengan novel – novel terbaru yang ada hal ini di sebabkan karena penulisnya cukup pandai didalam memakai kata – kata sehingga pembaca lebih mudah memahaminya. Dan novel ini pun sekalian memberitahukan kepada pembaca bagaimana agar kita tidak saling menghianati sesama teman dan tidak mudah putus asa dalam memecahkan masalah yang ada di depan mata kita.

Baca Juga Yang Ini, Seru Loo!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar